Saudaraku yang budiman, mari kita renungkan sejenak. Jika kita ingin mengetahui bagaimana wujud nyata Al-Qur’an itu, bagaimana ia seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan, maka jawabannya sangat jelas: lihatlah Rasulullah ﷺ. Beliau bukanlah sekadar penerima wahyu, tetapi manifestasi hidup dari setiap ayat yang turun.
Pertanyaan yang sering muncul adalah, “Mengapa Rasulullah ﷺ disebut sebagai Al-Qur’an yang berjalan?” Jawabannya ada dalam sebuah riwayat yang sangat terkenal. Ketika Aisyah RA ditanya tentang akhlak Rasulullah ﷺ, ia menjawab dengan singkat, padat, dan penuh makna, “” (Akhlaknya adalah Al-Qur’an).
Ini bukan pernyataan biasa. Ini adalah pengakuan dari seseorang yang paling dekat dengan beliau, yang melihat setiap detik kehidupannya, dari hal besar hingga yang paling kecil. Aisyah tidak mengatakan “akhlaknya sesuai dengan Al-Qur’an” atau “akhlaknya terinspirasi dari Al-Qur’an.” Ia mengatakan, “akhlaknya adalah Al-Qur’an.” Sebuah identifikasi total, yang menunjukkan bahwa tidak ada satu pun akhlak beliau yang bertentangan dengan Al-Qur’an, bahkan seluruhnya adalah perwujudan dari nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Pilar Akhlak Rasulullah ﷺ
Mari kita selami lebih dalam, pilar-pilar akhlak apa saja yang menjadi manifestasi Al-Qur’an dalam diri beliau:
1. Keadilan dan Keseimbangan ()
Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya keadilan. Allah ﷻ berfirman:
QS. An-Nahl [16]: 90
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Rasulullah ﷺ mewujudkan ayat ini dalam setiap aspek kehidupannya. Beliau adil kepada semua orang, tanpa memandang status sosial, agama, atau suku. Kisah tentang beliau yang menolak permohonan seorang bangsawan Quraisy untuk tidak dihukum karena mencuri adalah bukti nyata. Beliau bersabda:
HR. Bukhari dan Muslim
Artinya: “Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, jika orang mulia di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya. Namun jika orang lemah yang mencuri, mereka menegakkan hukum atasnya. Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan kupotong tangannya.”
Keadilan ini tidak hanya berlaku dalam hukum, tetapi juga dalam pergaulan sehari-hari. Beliau selalu memberikan hak setiap orang, bahkan kepada musuhnya sekalipun. Beliau tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan yang serupa.
2. Kasih Sayang dan Kelemahlembutan ( dan )
Al-Qur’an menyebut Rasulullah ﷺ sebagai rahmat bagi seluruh alam.
QS. Al-Anbiya [21]: 107
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Bagaimana beliau mewujudkan rahmat ini? Dengan kelemahlembutan yang tiada tara. Beliau tidak pernah membentak, tidak pernah menghardik, bahkan kepada orang yang berlaku kasar kepadanya. Ketika seorang Badui menarik selendangnya dengan kasar, hingga membekas di lehernya, beliau justru tersenyum dan memberikan apa yang diminta oleh orang tersebut.
Beliau pun mengajarkan, “Mudahkanlah, jangan mempersulit; berikanlah kabar gembira, jangan membuat orang lari.”
3. Kesabaran dan Pemaafan ( dan )
Al-Qur’an berulang kali memuji orang-orang yang sabar dan pemaaf. Allah ﷻ berfirman:
QS. Asy-Syura [42]: 43
Artinya: “Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.”
Rasulullah ﷺ adalah teladan kesabaran yang sempurna. Ketika beliau dilempari batu oleh penduduk Thaif hingga berdarah, beliau menolak tawaran malaikat Jibril untuk membalikkan gunung kepada mereka. Beliau justru berdoa, “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Pemaafan terbesar beliau adalah saat Penaklukan Mekah. Ketika musuh-musuh yang pernah mengusirnya, menyakitinya, dan membunuh para sahabatnya berada di hadapannya dalam keadaan tak berdaya, beliau berkata, “” (Pergilah, kalian semua bebas!). Sebuah manifestasi pemaafan yang agung, yang tidak mungkin bisa kita saksikan dari pemimpin mana pun di muka bumi.
4. Kesederhanaan dan Kerendahan Hati ( dan )
Al-Qur’an mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam urusan dunia.
QS. Al-Qashash [28]: 77
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Rasulullah ﷺ hidup dalam kesederhanaan yang luar biasa. Pakaiannya seringkali bertambal, di rumahnya tidak ada perabot mewah, dan beliau sering tidur di atas tikar kasar hingga membekas di kulitnya. Padahal, beliau adalah pemimpin besar yang bisa memiliki kekayaan apa pun yang diinginkannya. Kerendahan hati beliau tampak ketika berbaur dengan kaum miskin, duduk di tengah-tengah mereka, dan tidak membedakan dirinya dari orang lain.
Bagaimana Kita Mencontohnya?
Saudaraku, mungkin kita berpikir, “Bagaimana mungkin kita bisa mencontoh Rasulullah ﷺ, beliau adalah manusia suci, sedangkan kita penuh dengan dosa dan kekurangan?”
Pemikiran seperti itu adalah jebakan. Mencontoh tidak berarti harus sama persis. Mencontoh adalah berusaha, berproses, dan berikhtiar.
- Pelajari Al-Qur’an dengan Hati: Jangan hanya membaca, tapi resapi maknanya. Al-Qur’an bukan sekadar buku bacaan, ia adalah panduan hidup. Pahami setiap perintah dan larangan-Nya, lalu terapkan dalam keseharian.
- Pelajari Sirah (Sejarah) Rasulullah ﷺ: Sirah adalah aplikasi praktis dari Al-Qur’an. Dengan mempelajarinya, kita akan melihat bagaimana Rasulullah ﷺ mengamalkan setiap ayat Al-Qur’an dalam situasi nyata.
- Mulai dari Hal Kecil: Tidak perlu langsung menjadi malaikat. Mulailah dari hal kecil.
- Jika ingin mencontoh keadilan, mulailah adil kepada anak-anak kita.
- Jika ingin mencontoh kelemahlembutan, mulailah dengan tidak membentak orang di sekitar kita.
- Jika ingin mencontoh kesabaran, mulailah dengan tidak mudah marah ketika menghadapi kemacetan.
- Tanamkan Niat: Niatkan setiap perbuatan baik kita sebagai upaya mencontoh Rasulullah ﷺ. Dengan niat yang tulus, Allah ﷻ akan mempermudah jalan kita.
Saudaraku, bulan Maulid adalah momentum yang tepat untuk kembali merenungi makna kelahiran beliau. Bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga pengingat bahwa di dunia ini pernah ada seorang manusia yang akhlaknya adalah perwujudan sempurna dari kalam Ilahi.
Rasulullah ﷺ adalah cermin Al-Qur’an yang berjalan di muka bumi. Mari kita jadikan beliau sebagai teladan utama, agar setiap langkah, setiap ucapan, dan setiap perbuatan kita mencerminkan keindahan dan keluhuran Al-Qur’an.
Semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita semua untuk bisa mengamalkan akhlak Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.