Korupsi dalam Pandangan Islam: Sebuah Kejahatan Moral, Sosial, dan Agama

Korupsi, sebagai salah satu kejahatan terberat dalam peradaban manusia, telah menjadi momok yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Di dalam masyarakat Muslim, perbuatan ini tidak hanya dipandang sebagai pelanggaran hukum positif, melainkan juga sebagai dosa besar yang merusak tatanan moral dan spiritual. Islam, sebagai sebuah agama yang komprehensif, memiliki pandangan yang sangat tegas dan jelas mengenai korupsi. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa korupsi adalah tindakan yang haram dan sangat dilarang dalam Islam, serta bagaimana ajaran Islam menyediakan solusi untuk memeranginya.

 

1. Definisi dan Bentuk-Bentuk Korupsi dalam Perspektif Islam

Secara etimologi, korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang berarti kerusakan atau kebejatan. Dalam konteks modern, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau jabatan publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam Islam, istilah yang paling relevan untuk menggambarkan korupsi adalah risywah (suap), ghulul (penggelapan), ikhtilas (pencurian), dan sariqah (mencuri). Namun, cakupan korupsi dalam Islam jauh lebih luas, mencakup segala bentuk perbuatan curang, tidak amanah, dan merugikan hak-hak publik.

Allah SWT secara tegas melarang perbuatan mengambil harta orang lain secara batil (tidak benar). Firman-Nya dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 29)

Ayat ini merupakan dasar larangan umum terhadap segala bentuk praktik pengambilan harta yang tidak sah. Korupsi, dengan segala modusnya, adalah wujud nyata dari “memakan harta dengan cara yang batil” karena tidak didasarkan pada kerelaan atau hak yang sah.

 

2. Korupsi: Dosa Besar yang Terkutuk dalam Al-Qur’an dan Hadis

Islam memandang korupsi sebagai kejahatan yang tidak hanya merugikan materi, tetapi juga merusak iman. Oleh karena itu, Al-Qur’an dan Hadis mengutuk keras para pelaku korupsi.

 

A. Larangan Risywah (Suap)

Suap-menyuap adalah salah satu bentuk korupsi yang paling umum. Allah SWT secara eksplisit melarang praktik ini dalam firman-Nya:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya:Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Ayat ini secara jelas melarang tindakan menyuap aparat penegak hukum (hakim) untuk mendapatkan hak yang bukan miliknya. Larangan ini diperkuat oleh hadis Nabi Muhammad SAW:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ

Artinya: “Rasulullah SAW melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap dalam masalah hukum.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud)

Dalam riwayat lain, laknat tersebut diperluas hingga mencakup perantara suap (ra’isy). Ini menunjukkan bahwa Islam tidak mentolerir sedikitpun ruang bagi praktik suap, karena ia adalah akar dari ketidakadilan.

 

B. Larangan Ghulul (Penggelapan Harta Publik)

Ghulul adalah perbuatan mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi secara adil, yang kemudian diperluas maknanya menjadi penggelapan harta milik negara atau publik. Al-Qur’an secara tegas melarangnya:

وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Artinya: “Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa hasil khianatnya itu. Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (balasan) yang setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS. Ali ‘Imran: 161)

Ayat ini tidak hanya mengancam pelaku ghulul dengan hukuman di akhirat, tetapi juga menegaskan bahwa mereka akan dipertontonkan di hadapan seluruh manusia dengan membawa hasil pengkhianatannya. Hukuman ini sangat berat, bertujuan untuk memberikan efek jera dan menunjukkan betapa seriusnya perbuatan tersebut.

 

3. Korupsi dalam Kacamata Fikih dan Maqashid Syariah

Para ulama fikih dan ahli maqashid syariah (tujuan-tujuan syariat) telah mengidentifikasi korupsi sebagai perbuatan yang sangat merusak dan bertentangan dengan tujuan utama syariat.

 

A. Korupsi sebagai Pelanggaran Amanah

Jabatan publik dalam Islam adalah amanah, yaitu sebuah titipan dari Allah SWT dan masyarakat. Seseorang yang memegang jabatan harus menjalankannya dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab. Korupsi adalah bentuk nyata dari khianat terhadap amanah. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا، فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ

Artinya: “Barangsiapa yang kami pekerjakan (berikan jabatan) untuk suatu tugas dan kami berikan upah (gaji) kepadanya, maka apa yang dia ambil setelah itu adalah penggelapan (korupsi).” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini secara tegas menyatakan bahwa segala bentuk keuntungan ilegal yang diperoleh dari jabatan, di luar gaji atau tunjangan yang sah, adalah korupsi.

 

B. Korupsi Merusak Tujuan Syariat (Maqashid Syariah)

Tujuan utama syariat Islam adalah menjaga lima hal pokok (al-dharuriyat al-khamsah):

  1. Hifzh ad-Din (Menjaga Agama): Korupsi merusak agama karena ia adalah perbuatan dosa yang menimbulkan ketidakpercayaan pada ajaran agama.
  2. Hifzh an-Nafs (Menjaga Jiwa): Korupsi dalam sektor kesehatan atau infrastruktur dapat mengancam jiwa manusia (contoh: korupsi dana obat, pembangunan jembatan yang rapuh).
  3. Hifzh al-‘Aql (Menjaga Akal): Korupsi merusak tatanan sosial, menimbulkan kebodohan dan ketidakadilan, yang menghambat perkembangan akal sehat dan ilmu.
  4. Hifzh an-Nasl (Menjaga Keturunan): Korupsi merusak generasi penerus dengan menanamkan nilai-nilai ketidakjujuran dan menghancurkan masa depan mereka.
  5. Hifzh al-Mal (Menjaga Harta): Korupsi adalah perbuatan yang paling jelas merusak harta, baik harta pribadi maupun harta publik.

Dengan demikian, korupsi adalah kejahatan multidimensi yang secara langsung bertentangan dengan seluruh tujuan syariat Islam.

 

4. Penanggulangan Korupsi dalam Islam

Islam tidak hanya melarang korupsi, tetapi juga menawarkan solusi preventif dan kuratif untuk memberantasnya.

 

A. Aspek Preventif
  1. Peningkatan Keimanan dan Akhlak: Pondasi utama untuk mencegah korupsi adalah iman yang kuat dan akhlak yang mulia. Dengan menanamkan rasa takut kepada Allah dan keyakinan akan hari akhir, seseorang akan terhindar dari perbuatan curang. Nabi SAW bersabda:لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ

    Artinya: “Tidaklah seorang pezina berzina ketika ia dalam keadaan beriman, tidaklah seorang peminum khamr (minuman keras) meminumnya ketika ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah seorang pencuri mencuri ketika ia dalam keadaan beriman.” (HR. Al-Bukhari)

    Hadis ini menekankan bahwa iman adalah benteng terkuat dari perbuatan dosa.

  2. Pemberian Gaji yang Layak: Salah satu faktor pemicu korupsi adalah gaji yang tidak memadai. Islam menganjurkan agar pekerja atau pegawai diberi upah yang layak agar tidak tergoda untuk mengambil jalan yang salah. Rasulullah SAW bersabda:أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

    Artinya: “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah)

  3. Transparansi dan Akuntabilitas: Khalifah Umar bin Khattab RA memberikan contoh nyata dalam transparansi. Beliau menerapkan sistem audit terhadap kekayaan para pejabat untuk memastikan tidak ada penggelapan. Ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

 

B. Aspek Kuratif
  1. Hukuman yang Tegas: Islam menganjurkan penerapan hukuman yang tegas terhadap para pelaku korupsi. Meskipun tidak ada hukuman hadd (hukuman yang ditentukan syariat) secara spesifik untuk korupsi, para ulama berpendapat bahwa hukuman ta’zir (hukuman yang ditentukan oleh hakim) dapat diterapkan secara berat, termasuk penjara, denda, atau bahkan hukuman yang lebih berat, tergantung pada tingkat kejahatannya.
  2. Pengembalian Harta Hasil Korupsi: Salah satu prinsip utama dalam Islam adalah keadilan. Harta hasil korupsi harus dikembalikan kepada pemiliknya atau kepada kas negara. Rasulullah SAW telah memberikan teladan dalam hal ini dengan mengembalikan harta yang diambil secara ilegal oleh seorang utusan. Ini menunjukkan bahwa perampasan harta publik adalah kejahatan yang tidak bisa dimaafkan begitu saja.

 

5. Korupsi di Indonesia dalam Tinjauan Fikih Kontemporer

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang secara tegas menyatakan bahwa korupsi adalah perbuatan yang haram. Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2000 tentang Korupsi dan Suap-menyuap menyatakan bahwa:

  • Korupsi dan suap adalah kejahatan yang haram dan dilarang dalam syariat Islam.
  • Korupsi merupakan salah satu bentuk pengkhianatan terhadap amanah.
  • Pelaku korupsi adalah pelaku dosa besar yang harus dihukum.

Fatwa ini menjadi landasan moral dan religius bagi umat Islam di Indonesia untuk bersama-sama memerangi korupsi. Dengan memandang korupsi sebagai musuh bersama, baik dari sudut pandang hukum maupun agama, upaya pemberantasannya akan lebih efektif.

 

Penutup

Korupsi adalah kejahatan yang sangat dibenci dalam ajaran Islam. Ia bukan hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga dosa besar yang merusak agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Islam menyediakan panduan yang jelas dan komprehensif untuk memerangi korupsi, baik melalui pencegahan dengan membangun moralitas dan integritas, maupun melalui penindakan hukum yang tegas dan adil. Sebagai umat Muslim dan warga negara, sudah menjadi kewajiban kita untuk menjauhi segala bentuk korupsi dan ikut serta dalam upaya pemberantasannya. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan diridai oleh Allah SWT.

Copyright © 2025 Graha Alquraniyah